Jumat, 20 Maret 2009

Manajemen Nyeleneh Ala Mr. Joger


Kalau Memang Benar-benar Ingin Tetap Sehat dan Bahagia, Tampaknya Kita Hanya Punya 2 Pilihan Saja, Yaitu Pilih Jamul Atau Galut. Karena Jamul Maupun Galut sebenarnya Sama-Sama Merupakan Singkatan Dari Jaga Mulut .

Kalimat di atas terkesan nyeleneh dan tidak penting, karena tidak ada makna di baliknya. Namun, justru kalimat nyeleneh itu yang dicari orang. Pasalnya ini telah menjadi ciri khas dari produk kaos asal Bali.

Produk ini lebih dikenal dengan nama Joger. Siapa yang tidak mengenal kaos Joger, setiap melancong Bali, Joger telah menjadi icon produk yang (wajib) dibeli sebagai buah tangan.

...Selanjutnya


Bisa dikatakan belum lengkap rasanya bila ke Bali tidak membawa pulang kaos joger. Joger memang berbeda, lihat saja pada billboard yang ada di depan toko tertulis ‘Joger pabrik kata-kata buka 24 jam/3 hari (alias 8 jam sehari). Kecuali hari-hari raksasa jam 10.00-18.00 WIJO (Waktu Indonesia Bagian Joger)’.


Tak hanya itu, ritual membuka tokonya juga unik. Tepat pukul 09.00 WITA dari pintu belakang toko munculah para pegawai toko. Mereka mengenakan pakaian hitam-hitam, dan pinggangnya diikat dengan selendang warna-warni.

Dengan dipimpin oleh satu orang mereka bernyanyi jargon joger dan menari. Baru kemudian mereka membuka toko. Saat memasuki toko, pengunjung ditempeli stiker bertuliskan VIP Joger untuk ditempelkan di baju. Stiker itu harus dikenakan saat sedang berbelanja.

Produk yang dijual di outlet Kuta ini beragam. Mulai dari produk utama (T-Shirt), sandal , sweater, dompet semua ada dan ditata dengan apik.
Untuk berpindah dari satu booth ke booth lain kita seakan memasuki sebuah kota kecil.

Melihat kebesaran nama Joger, siapa sangka awalnya hanya sebuah art and batik shop. Pemilik usaha tersebut adalah Joseph Theodorus Wuliandi. Ceritanya Pria kelahiran Denpasar, Bali 9 September 1951 ini studi di fakultas ekonomi Universitas Widya Mandala, Surabaya, namun tidak rampung. Selanjutnya dia melanjutkan studi ke Jerman mengambil jurusan Perhotelan.

Kembali ke Indonesia tahun 1976 dia bekerja sebagai guide. Baru pada 1980 dia membangun studio desain, dengan modal awal Rp500.000. Keputusan memberi merek Joger pada tahun 1981 karena teringat nama salah satu sahabatnya, Gerhard yang pernah memberi hadiah seniali USD 20.000 saat menikah dengan Rr. Koedarijati. Karena itu, studionya diberi nama dengan Toko seni dan Batik Joger yang merupakan gabungan nama dirinnya dan sang sahabat (Joseph dan Gerard).

Dalam perkembangannya nama Joger mulai dikenal lewat iklan di media lokal. Iklan yang dibuat juga dibuat nyeleneh, seperti mengomentari politik. Ekonomi, sosial, budaya atau kemanusiaan. Masyarakat memang tertarik dengan humor dan kata-kata lucu yang dilontarkan,namun tidak membuat toko adik dari bos Jamu Jago Jaya Suprana ini langsung dikunjungi orang.

Tahun 1990, Joseph memutuskan memproduksi T-Shirt yang diistilahkannya sebagai ‘pabrik kata-kata’. “Sebenarnya lebih tepat jika disebut pabrik kalimat, karena yang terpampang di T-Shirt adalah sebuah kalimat. Namun, agar lebih menjual dipilihlah istilah pabrik kata-kata ini,” ujar pria ramah ini saat ditemui di outlet Joger, Kuta beberapa waktu lalu.

Diakui Joseph dirinya kerapkali turun langsung melihat toko. Tujuannya tak lain agar dirinya bisa lebih “membumi’. “Senang rasanya bisa melihat respon langsung para pembeli. Dari obrolan dengan pengunjung saya jadi mendapat masukan dari mereka yang bisa diolah menjadi ide baru.”

Filosofi yang digunakan adalah Garing (tiga piring)-porsi makan kebanyakan manusia. Dia juga menerapkan sistem PMDN (penanaman modal dunia) dan PMA (penanaman modal akhirat). Bagi Joseph tidak ada istilah karyawan atau bawahan. “Bagi saya karyawan adalah keluarga. Mereka tidak mendapat gaji tapi uang saku. Mereka saya minta membuat laporan keuangan pribadi agar bisa diketahui apa uang saku yang didapat cukup atau tidak,” lanjut Joseph.

Bahkan dia juga menerima karyawan yang tuna netra, tidak seperti perusahaan lain. Perbedaan lain, Joger menerapkan pembatasan pembelian maksimal 10 buah. Tidak seperti toko lain yang justru senang barang dagangannya diborong habis.

Sebagai bagian dari kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR)Joger menggelar kerja bakti membersihkan seluruh Bali, menggelar seminar manajemen ke beberapa kota yang diistilahkan Joseph sebagai Agenda Penyesatan ini Saat melongok karyawan di ruang kerja, terpampang ‘Agenda Penyesatan ke Jalan yang Benar” selama setahun.

Ruang kerja Joseph juga tertata dengan apik, disekeliling tampak tanaman tertata rapi. Ada pula patung-patung, lukisan, ukiran kayu, dan banyak lagi. Saya pun diajak melongok ruang pribadinya yang berisikan tumpukan buku, VCD, DVD produk Joger. “Inilah ruang tenpat saya menciptakan ide,” ujarnya sembari memperlihatkan ribuan desain kaos di layar komputernya besar.

Selain kreatif, Joseph juga rajin mengumpulkan hasil karya yang dibuatnya dengan menampilkan tahun pembuatan. “semua desain saya abadikan dalam sebuah poster berlatar foto saya. Poster ini pernah masuk dalam rekor MURI.”

Rencananya dirinya akan membuat poster yang lebih besar lagi untuk memuat kembali desai n kaos terbaru Joger. Ketika ditanya suka duka mengelola usaha Joger sontak pria kreatif ini menjawab. “Apa itu duka? Saya tidak mengenal kata duka. Bagi saya hidup itu suka. Seperti anda suka membaca, saya juga suka Joger ha ha ha,” ujarnya berseloroh sehingga membuat saya nyaris tidak bisa berkata-kata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar